Analisis Kebijakan Pemerintah Terkait Usaha Ritel
Indonesia
merupakan sebuah negara dengan pangsa pasar yang begitu besar. Penduduknya yang
mencapai ratusan juta jiwa, ditambah dengan budaya konsumennya yang relatif
konsumtif membuat Indonesia juga banyak dilirik oleh para pebisnis asing,
termasuk di bidang bisnis ritel.
Tentu saja
para pebisnis asing yang masuk ke Indonesia ini memiliki modal dan konsep
bisnis yang relatif lebih besar ketimbang para pebisnis lokal yang bergerak di
bidang yang sama. Para peritel asing umumnya membuka toko ritel modern,
sedangkan para peritel lokal umumnya masih menggunakan toko ritel tradisional.
Perusahaan
ritel asing yang telah masuk ke Indonesia ini misalnya Carrefour, Hypermart,
Lotte Mart, dan Giant. Banyaknya peritel asing dari luar negeri yang datang ke
Indonesia ini membuat pra peritel lokal kesulitan untuk bersaing. Karenanya,
untuk melindungi pengusaha ritel lokal atau dalam negeri, pemerintah memberlakukan
beberapa peraturan guna mengontrol iklim persaingan usaha antara toko ritel
modern dan tradisional.
Kebijakan
pemerintah ini dilakukan melalui Peraturan Pemerintah No 112 Tahun 2007
mengenai Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Moden. Di dalam undang – undang ini, pemerintah menetapkan zona atau luas
wilayah usaha pasar tradisional (kios, toko, los) dan toko modern.
Menurut PP
No. 112 Tahun 2007, batasan luas lantai penjualan toko modern adalah seperti
berikut :
1.
Batasan
luas minimarket : kurang dari 400 m2
2.
Batasan
luas supermarket : 400 m2 s.d. 5.000 m2
3.
Batasan
luas hypermarket : di atas 5.000 m2
4.
Batasan
luas department store : di atas 400 m2
5.
Batasan
luas perkulakan, di atas 5.000 m2
Selain harus
mengacu pada aturan luas, lokasi toko modern juga harus mengacu pada rencana
tata ruang wilayah kota atau kabupaten dan rencana detail tata ruang kabupatten
atau kota termasuk peraturan zonasinya.
Pendirian
toko modern ini juga wajib untuk memperhatikan jarak lokasi usahanya terhadap
pasar tradisional yang telah ada sebelumnya di wilayah tersebut. Peraturan yang
mengatur mengenai jarak antar toko modern dengan pasar tradisional ini diatur
di dalam Peraturan Daerah. Jadi, masing-masing daerah otonomi dapat memiliki
aturan yang berbeda.
Misalnya saja
untuk wilayah DKI Jakarta, hal ini diatur di dalam pasar 10 Peraturan Daerah
Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2002, tentang Perpasaran Swasta. Di dalam
undang-undang daerah tersebut, ditentukan mengenai jarak sarana atau tempat
usaha seperti berikut ini :
1.
Usaha
perpasaran swasta yang memiliki luas lantai 100 m2 s.d. 200 m2
harus berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak di sisi jalan
lingkungan /kolektor /arteri.
2.
Usaha
perpasaran swasta yang luas lantainya antara 200 m2 s.d. 1.000 m2
harus berada di jarak radius 1 km dari pasar lingkungan dan terletak di sisi
jalan kolektor /arteri.
3.
Usaha
perpasaran swasta yang luas lantainya diantara 1.000 m2 s.d 2.000 m2
harus berjarak radius 1,5 km dari pasar lingkungann dan terletak di sisi jalan
kolektor /arteri.
4.
Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya
diantara 2.000 m2 s.d 4.000 m2 harus berjarak radius 2 km
dari pasar lingkungann dan terletak di sisi jalan kolektor /arteri.
5.
Usaha
perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 4.000 m2 harus berjarak
radius 2,5 km dari pasar lingkungann dan terletak di sisi jalan kolektor
/arteri.
Pegnawasan
terhadap aktivitas pasar ritel modern ini selain diatur melalui Peraturan
Presiden, terdapat juga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang turut
mengawasi persaingan yang terjadi antara peritel besar atau modern dengan
peritel kecil atau pasar tradisional.