Peraturan Mengenai Penggunaan Bea Materai

Undang - undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Materai

Kita pasti sering mendengar materai bukan? Atau bahkan kamu sering menggunakannya? Ya, materai memang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari, terutama bagi mereka yang sering mengadakan perjanjian.

Perjanjian yang paling sering ditemui misalnya adalah perjanjian jual beli. Di dalam perjanjian jual beli, keberadaan materai ini cukup penting, meskipun tidak mutlak. Surat perjanjian jual beli yang dibuat ini juga disebut sebagai Akta.

materai

Mengenal apa itu akta dan syarat akta

Akta bisa berupa berbagai jenis surat. Namun, agar suatu surat disebut sebagai akta ada syaratnya. Sesuatu surat untuk dapat disebut sebagai akta harus :
  1. ditandatangai,
  2. dibuat dengan sengaja dan
  3. dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.

Di dalam KHUPerdata ketentuan mengenai akta ini diatur di dalam Pasal 1867 sampai pasal 1880. Akta ada dua macam, yakni akta otentik dan akta di bawah tangan. Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan terletak pada cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut.

Perbedaan akta otentik dan akta di bawah tangan

Akta otentik adalah akta yang cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum. Pegawai umum tersebut seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, dan juga Pegawai Pencatat Sipil.

Untuk akta di bawah tangan, cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup dilakukan oleh pihak yang berkepentingan saja.

Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, surat berita acara sidang, vonis, proses perbal penyitaan, akta kelahiran, surat perkawinan, akta kematian, dan sejenisnya, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli dan sejenisnya.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya dan juga orang - orang yang mendapat hak dari hal tentang apa yang dimuat di dalam akta tersebut.

Akta Otentik menjadi bukti yang mengikat. Kekuatan akta otentik ini lantaran arti kebenaran dari hal-hal yang tertulis di dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim. Ya, sebuah akta otentik berarti akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

Pada akta – akta inilah, keberadaan materai sangat penting. Lantas, apa hubungannya antara bea materai dan keberadaan akta-akta ini? Apakah bea materai menjadi syarat sah dan wajib bagi pembuatan suatu akta, baik itu akta otentik atau akta di bawah tangan?

Baca juga: Cara Membuat Rencana Pemasaran

Bea Materai tidak Mutlak Adanya

Menurut apa yang tertera dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterai, dapat diketahui bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai.

Ya, jadi keberadaan materai ini penting ketika surat atau dokumen atau akta tersebut digunakan sebagai alat pembuktian yang bersifat perdata. Namun, bukan berarti dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian, maka perbuatan hukumnya, menjadi tidak sah.

Perbuatan hukum dari perjanjian atau perikatan tersebut tetap sah asalkan memenuhi syarat terjadinya hukum perikatan. Hanya saja, apabila tidak dicantumkan materai, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian di hadapan pengadilan.

Nah, lantas, bagiamana bila surat perjanjian yang dibuat terlanjur tanpa materai, dan ternyata surat tersebut diperlukan sebagai alat bukti dalam persidangan? Disebutkan pula dalam UU tersebut, bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.

Jadi, tak masalah kalau surat perjanjian dibuat tanpa materai. Bila toh nantinya terjadi penyimpangan dari perjanjian dan surat itu diperlukan untuk alat pembuktian, barulah diletakkan bea materai atasnya.

Peraturan Mengenai Bea Meterai

Ada pula peraturan mengenai dokumen apa saja yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Dokumen yang perlu dikenakan bea mateari adalah dokumen yang berbentuk :

a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;

b. akta-akta Notaris termasuk salinannya;

c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;

d. surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
  1. yang menyebutkan penerimaan uang;
  2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
  3. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau
  4. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;

e. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep;

f. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan, yaitu :
  1. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
  2. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

Berapa Nilai Bea Meterai

Besarnya bea materai juga ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Harga materai atau besarnya bea materai yang ditentukan yakni :

1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).

2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d dan huruf e:
  • yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), tidak dikenakan Bea Meterai;
  • yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00(dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah);
  • yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).